Hari demi hari berlalu. Setya menjalani harinya tanpa ragu. Meski hatinya sering dirundung pilu. Melihat Widya yang diharapkannya, tak kunjung didapatkannya. Setya mencoba tegar dan berlapang
dada. Meski Richard, Totok, dan Yahya mengejeknya, menyindirnya. Karena semua itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Setya. Pernah suatu ketika Richard
dan Yahya menyindir Setya dengan sebuah lagu berjudul “Tinggal Kenangan.” Setya pun yang awalnya ikut bernyanyi dengan mereka, hanya bias diam membisu. Termenung mengingat seorang Widya yang
telah mencuri hatinya. Namun sering kali Setya mengingat Widya, teringat pula bayangan seorang Diki,
sahabatnya sendiri. Setya kesal, namun dia mencoba mengikhlaskan Widya untuk sahabatnya, Diki.
Suatu saat pernah Setya melihat Yahya dan Vita sedang memadu kasih. Setya pun iri. Dan seketika juga terlintas dipikirannya bahwa Setyalah yang
sedang memadu kasih dengan Widya dan yang memergoki mereka adalahYahya, atau pun Vita.
“Namun itu semua hanyalah khayalanku semata. Hmmm…. Andai saja…” Ucap Setya lirih.
Keesokan harinya, Setya kembali dari masjid dan menuju kelasnya. Setya bertemu dengan Ani dan Ana, sahabatnya Widya di depan kelas.
“Hai Setya.” Sapa Ana
“Hai juga.” Setya menjawab
“Kok murung aja sih? Lagi sedih ya?” Ani bertanya
“Oh gakpapa, aku biasanya juga kaya gini.” Setya membalas.
“Eh kamu masih mengharapkan Widya nggak?” Ani kembali bertanya.
“Hmm.... enggak kok, aku mencoba melupakannya.” Jawab Setya.
“Ooh gitu.” Jawab Ani.
Setya pun langsung berjalan meninggalkan mereka dan menuju ke dalam
kelas. Ketika Setya memasuki kelas, Setya senang melihat seorang Widya sedang jajan di tempat Sasya. Setya ingin menghampiri Widya dan ikut jajan di tempat Sasya. Namun rencana itu hanya pupus. Karena Setya telah didahului oleh Diki. Diki telah berdiri di
samping Widya. Setya pun hanya bias menggerutu dalam hati. Memasang muka cemberut. Dan sesegera mungkin menuju pojok belakang kelas dan mengalihkan padangannya keluar jendela. Tidak mau melihat Widya dan Diki yang
berjejeran saat jajan di tempat Sasya. Yahya yang melihat Setya dipojokan kelas mengira Setya akan bunuh diri dengan lompat dari jendela. Yahya
pun segera memegangi tangan Setya.
“Aku mengerti dab, tapi ya jangan bunuh diri disini.”
“Emangnya siapa yang mau bunuh diri? Aku cuma melihat pemandangan sekitar.” Jawab Setya yang
kaget dengan tingkah Yahya.
“Kamu, lha itu udah mau lompat.”Ujar Yahya.
“Aku nggak mau lompat.Aku cuma duduk aja disini. Sumuk nih lho.” Timpal Setya.
“Ooo yasudah.” Jawab Yahya datar.
Keesokan harinya, Setya berangkat sekolah seperti biasanya. Kendaraan yang tangguh,
kuat, nan gesit bermerk Fit X masih menemani Setya ketika berangkat sekolah. Sesampainya di sekolah, Setya baru ingat bahwa dia
lupa sarapan. Akhirnya Setya memutuskan untuk jajan di
tempat Sasya. Di saat yang bersamaan, Lili juga jajan di
tempat Sasya. Setya pun mengobrol ngalor ngidul dengan Lili dan Sasya. Saking asyiknya, Setya tidak tahu kalau disebelahnya sudah berdiri seorang Widya, pujaan hatinya. Setya hanya diam tak berkutik karena dia gugup berada di sebelah bidadari yang
hingga kini masih dipujanya. Keringat dingin bercucuran sangat deras di kening Setya. Melihat keadaaan itu, Sasya menyindir-nyindir Setya.
“Ciee, yang tadi ceriwis jadi diam seribu kata.”
“Eeh..engg… enggak kok sas..sya.” timpal Setya dengan terbata-bata.
“Mau beli apaWid?” kata Sasya mengalihkan topik.
“Emmm… beli donat aja” Widya menjawab.
“Satunya seribu lima ratus Wid.”
Setelah membeli, Widya pergi meninggalkan Sasya, Lili, dan Setya.
“Haaaaah…..” Setya menghembuskan nafas lega.
“Hahaha, percaya lho yang tadi speechless, yaudah aku pergi dulu ya.”Lili berpamitan.
“Hati-hatiya Li.” Kata Setya.
“Cieee.. milih Widya apa Lili?” Ejek Sasya
“Halah udah ah jangan dibahas.” Jawab Setya
Setya pun pergi dari tempat Sasya dan duduk di
kursinya. Dia mulai membuka laptop kesayangannya. Ketika laptopnya sedang boating, Setya merenung. Ketika dia mengobrol dengan Lili dan Sasya kenapa hingga
sangat asyik seperti itu. Hingga tidak tahu bahwa seorang Widya sudah ada tepat
disampingnya. Setya berpikir bahwa dia dapat melupakan seorang Widya sementara
karena mengobrol dengan Lili dan Sasya. Dan Setya punya niatan untuk mengobrol
lagi besok.
Keesokan harinya, Setya kembali jajan di tempat
Sasya. Namun kali ini beda, di tempat Sasya tidak ada seorang Lili yang juga
jajan. Setya bingung, bukannya bingung memilih jajanan, melainkan bingung
mencari seorang Lili. Setya menyebar pandangannya untuk mencari Lili, namun
akhirnya pandangannya hanya tertuju ke Widya. Setya pun tidak ingin berlama-lama memandangi
Widya. Dia takut keterusan saat memandangi Widya.
“Sasya, tumben kok nggak ada Lili. Lili kemana?”
Setya bertanya.
“Cieee nyariin Lili, Lili hari ini nggak masuk
Set. Dia izin ikut penyuluhan Duta anti NAPZA di bogor.” Jawab Sasya.
“Weh di bogor? Berapa hari dia disana?” Setya
ingin tahu.
“Ih Setya kepo. Tanya sama Lili langsung aja. Sms
kek, telpon kek.” Jawab Sasya.
“Aku nggak punya nomernya Sya. Minta dong?”
“Ya, nanti tak kasih nomernya. Tapi beli dulu
dong.”
“Sip. Tahu baksonya empat.”
“Oke.”
Setya yang awalnya hanya ingin mengobrol dengan
Lili, malah dapat nomor hpnya. Sungguh beruntung nasib Setya. Lili membalas sms
Setya. Setya pun berbunga-bunga. Dia berpikir, mungkin dengan Lili aku bisa melupakan Widya.
Hari terus berganti. Frekuensi sms Setya ke Lili
pun meninggi. Tak terasa seorang Widya kini dapat tergantikan oleh Lili. Bagi
Setya, Lili adalah seorang wanita yang dewasa, mungkin lebih dewasa dari Widya.
“Apa Lili mau ya, naik ke hubungan yang lebih serius lagi?” Ujar Setya dalam
hati. “Akan kucoba, pokoknya tanggal 20 April harus jadi.” Tekad Setya.
Akhirnya, tanggal 20 April yang dinanti Setya pun
tiba. Setya tidak sabar. Setya memilih tanggal ini karena bertepatan dengan
tanggal ulang tahun Widya. Setya berpikir, bila dia memilih Lili ditanggal
ulang tahun Widya, Widya akan sedih ataupun cemburu.
“Li, kamu mau nggak menjalin hubungan yang lebih
dari sekedar pertemanan denganku?” kata Setya dengan penuh percaya diri dan
keberanian.
“Setya, aku belum memikirikan hal itu. Aku belum
ingin melakukannya. Aku masih memiliki hal-hal yang lebih penting daripada
sebuah hubungan itu.”
Setya yang mendengar kalimat dari Lili pun
tersentak kaget. Kaget karena semua rencana, semua harapan Setya sirna karena
kalimat itu. Lili pun pergi meninggalkan Setya. Setya hanya bisa melihat Lili
melangkah dari belakang. Rasanya seperti ditinggal sebuah hati yang ikut serta
membawa ampela. Akhirnya Setya memejamkan mata dan tak ingin melihat Lili lagi.
Ketika Setya membuka matanya. Terlihatlah seorang Widya yang sendirian dan
membaca sebuah buku dongeng. Setya pun hanya dapat memandangi Widya saja.
Seseorang yang diharapkan Setya untuk hilang dari hatinya.
“Heh Set, si Widya dah nggak deket lagi lho sama
Diki.” Ani berkata.
“Weh iyakah? Kapan? Kenapa?”
“Iya, udah dari kemarin-kemarin. Kamu sih deket
sama Lili mulu. Soalnya Widya nggak mau sama Diki. Udah sana mumpung ada
kesempatan.”
Setya pun langsung menghampiri Widya. Setya tak
tanggung-tanggung langsung mengutarakan semua isi hatinya. Widya yang kaget pun
menutup bukunya dan menatap tajam dan dingin mata Setya. Tiba-tiba Richard dan
Totok datang menyapa Widya dan secara tidak langsung mengusir Setya. Widya pun
mengobrol dengan mereka dan tidak memperdulikan Setya. Akhirnya Setya pun
mengalah dan pergi menuju pojok belakang kelas. Setya pun merenung dan sedih.
Semua hancur tak menentu. Pupus sduah semua harapan, impian, bayangan yang
diharapkan. Keinginan memadu kasih seperti Yahya dan Vita pun tak terlaksana.
Sedih sekalih hati Setya. Lalu dia
membuka laptop dan bermain dragon city dengan perasaan yang pupus.
Sundul gan!! gentian buka puya ane gan http://bayuatha.blogspot.com/2013/05/tugas-upload-cerpen.html
BalasHapus